YOGYAKARTA – Indonesia merupakan salah
satu negara yang mempunyai risiko terhadap terjadinya pelbagai bencana
alam antara lain Gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak
dalam rangkaian “Ring Of Fire” serta ada empat pusat zona aktif gunung
berapi yaitu Zona Sunda, Minahasa, Halmahera, Banda, Risiko terjadinya
Tsunami, maupun bencana-bencana jenis lain termasuk Emerging Infectious
Disease. Disamping itu, di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus
mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di fasilitas kesehatan belum
terintegrasi secara optimal yang berakibat masih banyaknya keluhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di Instalasi Gawat
Darurat.
Kesiapan IGD serta sistem pelayanan
Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas kesehatan satu dengan
lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat
sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi
bencana di wilayah Indonesia.
Didalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan
lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan
kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan
terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak di
antara dua lempeng bumi, rawan dengan terjadinya bencana alam. Tantangan
ke depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat melalui sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai
untuk merespons dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis.
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan
RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat
pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah
sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan
gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time
Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung
tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan
perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan
(kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama
kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk
menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.
Pelayanan di tingkat Rumah Sakit
Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system terpadu yang dipersiapkan
mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan antar RS
mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif
(pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit.
Untuk meningkatkan kemampuan para
pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana,
Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit
Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital
Preparedness for Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah
diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut maka
diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam
penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan
(Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun
bencana di luar rumah sakit (external disaster).
Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana, meliputi :
1. Reevaluasi dalam standarisasi model
dan prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana dipelbagai strata
fasilitas kesehatan secara berjenjang serta reaktivasi jejaring antar
fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.
2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas
pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan dengan prioritas
awal di daerah rawan bencana dan daerah penyangganya.
3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat Darurat dan manajemen Bencana secara berjenjang.
4. Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana.
5. Optimalisasi pengorganisasian
penanganan krisis (gawat darurat dan bencana) baik di tingkat pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota dengan semangat desentralisasi/otonomi
daerah serta memperkuat koordinasi dan kemitraan.
6. Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan krisis.
7. Membangun jejaring sistem informasi
yang terintegrasi dan online agar diperoleh data yang valid dan real
time serta mampu memberikan pelbagai informasi tentang situasi terkini
pada saat terjadi bencana.
8. Setiap korban akibat krisis
diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
cepat, tepat dan ditangani secara profesional.
9. Memberdayakan kemampuan masyarakat
(Community Empowerement) khususnya para stakeholder yang peduli dengan
masalah krisis di bidang kesehatan dengan melakukan sosialisasi terhadap
pengorganisasian, prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan secara
aktif dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi.
10. Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi tanggap darurat.
Guna mencapai SPDGT dan Penanggulangan Krisis akibat bencana, dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Reevaluasi terhadap kemampuan dan
sumber daya yang ada, serta sejauhmana sistem tersebut masih berjalan
saat ini yang harus ditindaklanjuti dengan perencanaan dan prioritas
dalam penganggarannya.
2. Revisi dan penyempurnaan terhadap
peraturan pelaksanaan/pedoman, standar, SPO, pengorganisasian dan modul
pelatihan untuk disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kondisi lingkungan saat ini yang terkait dengan
keterpaduan dalam penanganan gawat darurat dan manajemen bencana.
3. Meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain.
4. Mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis kesehatan lain di daerah.
5. Mengembangkan sistem manajemen
penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain hingga ke tingkat
Desa. Setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan
tugas kesehatan yang memiliki kemampuan dalam penanganan krisis dan
masalah kesehatan di wilayahnya secara terpadu berkoordinasi.
6. Menyiapkan sarana dan prasarana yang
memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis
dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi semua potensi.
7. meningkatkan pemberdataan dan
kemandirian masyarakat dalam mengenal, mencegah dan mengatasi krisis dan
masalah kesehatan lain di wilayahnya.
8. Mengembangkan sistem regionalisasi
penanganan krisis dan masalah kesehatan lain melalui pembentukan
pusat-pusat penanganan regional.
9. Monitoring evaluasi secara
berkesinambungan dan ditindak lanjuti dengan pelatihan dan simulasi
untuk selalu meningkatkan profesional dan kesiap siagaan. Itu sebabnya
diperlukan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas
petugas melalui pendidikan dan latihan.
10. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas kebutuhan khususnya sistem informasi dan komunikasi.
11. Memperkuat jejaring informasi dan
komunikasi melalui peningkatan intensitas pertemuan koordinasi dan
kemitraan lintas program/lintas sektor, organisasi non Pemerintah,
masyarakat dan mitra kerja Internasional secara berkala. Dengan
berjalannya SPGDT tersebut, diharapkan terwujudlah Safe Community yaitu
suatu kondisi/keadaan yang diharapkan dapat menjamin rasa aman dan sehat
masyarakat dengan melibatkan peran aktif seluruh masyarakat khususnya
dalam penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun saat bencana. Humas
|
Home »
Info
» Kebijakan KEMENKES dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan Bencana
Kebijakan KEMENKES dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan Bencana
Written By Unknown on Senin, 11 November 2013 | 06.47
Related articles
Label:
Info
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !